Berikut ini adalah kisah pengalaman kolonoskopi dan endoskopi nasabah kami di RSCM di tengah wabah COVID-19. Beliau menggunakan asuransi Generali dan Manulife
- Alasan Kenapa ingin Kolonoskopi
- Mencari Dokter untuk Periksa Pencernaan
- Konsultasi Asuransi sebelum Berobat
- Pertemuan Pertama dengan Dokter
- Pendaftaran Rawat Inap
- Solusi
- Persiapan Tindakan: Minum Obat Pencahar
- Tindakan
- Diagnosa & Obat
- Urusan Klaim
- Kesimpulan
Alasan Kenapa ingin Kolonoskopi
Saya wanita umur 39 tahun. Sudah beberapa bulan saya sering diare. Lalu, kalau habis buang air besar, lalu saya lihat feses saya di toilet sebelum di flush, warnanya hitam. Langsung deh cek google.
Saya baca di situs webmd.com, kalau kotoran kita hitam dan sering diare, macam-macam kemungkinannya. Bisa jadi karena makanan, tapi saya gak makan Oreo 😊. Yang paling seram itu kanker usus. Apalagi, yang namanya usus kan kita gak bisa lihat. Takutnya, tahu-tahu nanti sudah parah. Saya punya pengalaman nenek saya, ibu dan tante saya, semuanya terkena kanker. Maka itu saya mulai berinisiatif ke dokter dan mengecek kondisi usus saya.
Sebenarnya, pada waktu ingin ke dokter, belum kepikiran untuk kolonoskopi. Belum ada pengalaman kolonoskopi dan endoskopi juga.
Bagi yang belum tahu, kolonoskopi itu prosedur memasukkan selang berkamera dari lubang dubur untuk melihat kondisi usus kita. Tapi, dari hasil ngobrol kiri-kanan, kemungkinan dokter akan mengambil tindakan kolonoskopi untuk kasus saya. Jadi, saya sudah siap-siap mental dari awal.
Mencari Dokter untuk Periksa Pencernaan
Langkah berikutnya adalah cari dokter yang pas untuk memeriksa saya. Jadi, saya cari lagi dokter spesialis penyakit dalam yang cukup berpengalaman di Jakarta. Pastinya memiliki pengalaman kolonoskopi dan endoskopi.
Akhirnya nemu dokter spesialis penyakit dalam yang sudah pengalaman. Namanya, Prof Murdani Abdullah. Beliau lulusan FKUI, sudah dapat gelar Profesor dari tahun 2004, dan prakteknya di RSCM (RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo) di Jl Pangeran Diponegoro, Senen, Jakarta Pusat.
Figure 1 Prof Murdani Abdullah, sumber: abc.net.au
Awalnya sempat mau tunda dulu ke dokter karena masih wabah COVID. Tapi, saya dan suami akhirnya memutuskan untuk tetap ke dokter, supaya lebih tenang dan kalau ada kondisi yang perlu diobati, bisa ditangani dengan lebih cepat. Apalagi, kita belum tahu wabah COVID ini akan berjalan sampai kapan.
Konsultasi Asuransi sebelum Berobat
Sudah planning untuk berobat, sekarang tinggal cek asuransinya dulu. Kebetulan, saya sudah beli polis Generali dari konsultan Asuransi Now sejak tahun 2019 (belum lama-lama amat sih). Saya langsung kontek lagi, namanya orang pasti lupa ya beli asuransi bisa klaim apa saja 😊. Langsung saya ceritakan rencana saya untuk ke dokter penyakit dalam, dan kemungkinan akan kolonoskopi.
Sekarang saya cerita sedikit mengenai manfaat asuransi yang saya beli. Karena dicover atau tidaknya tergantung dari jenis asuransi yang kita ambil juga. Saya beli Generali Excellent Care Asia, bukan tipe yang paling baru. Dulu, saya cari premi yang ekonomis, sekitar Rp 1 juta per bulan. Kamar yang ditanggung juga Rp 1 juta per malam, belum ambil tipe Single bed/Double Bed.
Dari diskusi dengan konsultan Generali saya, ada dua pilihan untuk saya berobat. Saya bisa dirawat dengan menginap maupun tidak menginap, karena dua-duanya sama-sama dicover. Kalau mau menginap, saya mengacu pada manfaat dalam kotak warna kuning, sedangkan kalau mau one day care atau perawatan pulang hari, mengacu pada kotak warna biru.
Apa bedanya menginap sama tidak menginap? Plus minusnya seperti ini:
Kalau menginap, kamar yang bisa saya tempati adalah Rp 1 juta per malam.
Plusnya, konsultasi dokter dan kontrol selama rawat jalan (30 hari sebelum dan 90 hari sesudah rawat inap) akan dicover oleh Generali. Saya jujur tertarik dengan ini karena sudah pasti ada konsul dengan dokter, dan juga sedang masa COVID, jadi perlu PCR (swab test) sebelum dirawat. Dengan menginap, biaya-biaya tersebut akan diganti.
Minusnya, kalau kamarnya di atas Rp 1 juta per malam, maka klaimnya tidak dibayar 100% (silakan baca artikel Prorata untuk lebih jelasnya). Ok, jadi saya tinggal cari kamar yang sesuai dengan plafon saya.
Kalau tidak menginap, maka saya bisa langsung pulang setelah tindakan (ya iyalah ya..)
Plusnya, so pasti bisa langsung pulang. Gimanapun juga enakan tinggal di rumah sendiri daripada di rumah sakit hehehe. Dan, karena tindakan pulang hari ditanggung sesuai tagihan, tidak perlu khawatir nombok.
Minusnya, konsul dokter (kalau kontrol lama setelah berobat) kemungkinan besar tidak diganti. Konsultan saya berinisiatif tanya langsung ke Generali, dan jawabannya PCR tetap akan diganti.
Jadi, sekarang tinggal tergantung dokternya, mau rawat inap atau rawat jalan. Oiya, berhubung RSCM ini tidak rekanan dengan asuransi manapun, maka saya harus bayar dulu, baru di klaim belakangan. Ok, tidak masalah…
Pertemuan Pertama dengan Dokter
Saya ke RSCM sesuai jadwal pendaftaran jam praktek Prof Murdani Abdullah. Prof Murdani orangnya baik dan mendengarkan dengan seksama. Beliau menanyakan apa saja keluhan saya. Langsung saya ceritakan, bahwa saya sudah beberapa lama ini melihat kotoran saya warna hitam.
Berdasarkan keluhan saya, Prof mengatakan bahwa kotoran warna hitam ini diakibatkan oleh adanya darah. Coklat plus merah gelap jadilah hitam. Berarti, ada pendarahan di organ pencernaan dalam. Untuk mengecek dengan pasti, Prof Murdani menyarankan tidak hanya kolonoskopi, tapi juga endoskopi.
Apa sih bedanya kolonoskopi dan endoskopi? Bedanya, kalau kolonoskopi itu selang berkameranya masuk dari lubang dubur, sedangkan endoskopi selang berkameranya masuk dari mulut. Tapi bukan selang yang sama ya hehehe.
Kembali lagi ke Prof Murdani. Prof ini menjelaskan prosedur dengan sangat baik, terutama untuk saya yang belum punya pengalaman kolonoskopi dan endoskopi sama sekali.
Beliau akhirnya menyarankan saya untuk rawat inap selama dua malam, karena beliau takut ada pendarahan pasca tindakan. Kalau pasiennya masih di RS kan aman, bisa segera ditindak jika ada masalah. Jadi, langkah berikutnya adalah daftar rawat inap.
Pendaftaran Rawat Inap
Ternyata oh ternyata, RSCM ini adalah rumah sakit yang unik. Ada dua bangunan, yaitu Gedung A dan Gedung Kencana. Kedua Gedung ini punya tipe kamar yang berbeda.
Figure Sumber: harga.web.id
Seperti gambar di atas, kamar Gedung A berkisar dari Rp 238.000 hingga Rp 1.250.000 per malam. Sedangkan di Gedung Kencana, kamar berkisar dari Rp 1.500.000 hingga Rp 4.500.000 per malam. Nah kebetulan, Prof Murdani ini prakteknya di Gedung Kencana. Saya tanya ke Suster Pendaftaran Rawat Inap, bisa gak saya dirawat di Gedung A? Katanya gak bisa. Waduh..
Disini saya terpikir, apakah saya harus pindah rumah sakit? Karena seperti yang agen Generali saya bilang, saya harus nombok kalau kamar RS di atas Rp 1 jt per malam. Sementara, pilihan untuk tindakan pulang hari sudah tidak ada, karena Prof Murdani ingin saya dirawat supaya bisa ditindak langsung jika terjadi pendarahan darurat.
Gimana ya jadinya?
Solusi
Sebenarnya, bisa saja saya pindah rumah sakit, karena Prof Murdani juga praktek di rumah sakit lain selain RSCM, misalnya RS Pondok Indah. Untungnya, suami saya teringat dulu dia pernah beli asuransi Manulife untuk keluarga. Ini produk uda lamaaa banget dan sekarang sudah tidak dijual lagi. Kebetulan juga, untuk klaimnya bisa menerima fotokopi kwitansi yang dilegalisir oleh rumah sakit.
Saya konsul lagi dengan Asuransi Now. Usut diusut, ternyata kalau klaim dari dua asuransi ini, saya tidak jadi nombok. Asyiiikk.. Kalau begini, saya gak perlu pindah rumah sakit (supaya biayanya sesuai dengan plafon Generali). Apalagi, rumah sakit tempat praktek Prof Murdani yang satu lagi itu jauh sekali dari rumah saya.
Jadi, langsung saya hubungi lagi suster RSCM untuk daftar masuk rawat inap.
Persiapan Tindakan: Minum Obat Pencahar
Sebelum tindakan kolonoskopi, saya harus membersihkan usus saya. Caranya adalah dengan minum obat pencahar supaya isi usus keluar, jadi kamera bisa melihat dengan jelas. Ini bagian paling menderita ☹. Obat pencahar itu gak enak banget ternyata. Rasanya aneh, terus harus diminum sebanyak 2 liter dalam waktu 2 jam. Pengen muntah rasanya.
Duh, kalau gak inget suami sama anak-anak, kasian kalau saya lewat duluan, gak keminum rasanya hehehe.
Tips untuk yang akan minum obat pencahar, banyak-banyak doa 😊. Terus, kalau minum cairan ini, otomatis kita akan bolak balik ke toilet. Jangan sering-sering dikeringin, soalnya lama-lama jadi ledes dan perih. Jadi, setelah habis buang air, semprot air saja.
Tindakan
Untuk tindakan endoskopi dan kolonoskopi ini, saya dibius total. Jadi gak ngerasain apa-apa, pules saja. Tindakannya sendiri tidak memakan waktu lama, sekitar 30 menitan saja.
Figure 3 Gambaran endoskopi, sumber: myupchar.com
Setelah sadar, dokter menjelaskan bahwa di lambung ada peradangan. Lalu usus besar juga ada sedikit kemerahan, sepertinya peradangan juga. Dekat anus ada pendarahan, yang menyebabkan kotoran saya berwarna hitam. Yang saya syukuri adalah tidak ada polip-polip dalam usus (dicurigai sel kanker).
Untuk obatnya, Prof Murdani belum bisa memberikan sebelum hasil biopsi keluar. Jadi, waktu alat-alat dimasukkan ke dalam tubuh saya, ada sel-sel yang diambil untuk dicek di lab. Nanti setelah hasilnya keluar, baru Prof bisa memberikan obat yang tepat untuk saya.
Diagnosa & Obat
Prof Murdani menjelaskan bahwa memang ada pendarahan di saluran cerna. Bahasa keren diagnosa saya adalah Melena atau feses gelap (bagi yang mau punya anak perempuan, jangan dinamai Melena ya 😊). Katanya, saluran pencernaan saya bekerja terlalu keras karena kekurangan enzim pencernaan. Jadi, saya diberikan obat yang mengandung enzim pencernaan. Lalu, selanjutnya akan kontrol secara berkala dengan dokter.
Urusan Klaim
Untuk klaim kali ini, saya tidak pakai cashless, karena RSCM tidak rekanan dengan asuransi manapun. Memang ini tidak masalah untuk saya dari awal. Yang saya lakukan adalah:
1. Minta Prof/Dokter mengisi Surat Keterangan Dokter (SKD)
Ada dua SKD, satu untuk Generali dan satu untuk Manulife. Dokter harus mengisi diagnosa, anamnesa, dan tanda tangan serta di cap rumah sakit. Cap ini penting banget, jangan sampai ketinggalan.
Untuk perawatan sebelum dan sesudah rawat inap, dokter juga harus mengisi SKD. SKD ini saya punya secara digital saja, bisa diunduh dari website perusahaan asuransi atau minta dari Asuransi Now. Biasanya, rumah sakit mau dimintai tolong untuk print.
Kebetulan, waktu pertama kali konsultasi dengan Prof Murdani, saya lupa minta beliau isi formnya. Tapi, untungnya gak masalah, karena form ini selalu bisa nyusul. Yang penting, jangan lebih dari 30 hari setelah perawatan.
2. Mengumpulkan semua tagihan yang ada
Semua tagihan rumah sakit, mencakup rawat inap, konsultasi sebelum dan sesudah rawat inap, saya kumpulkan semua. Semua tagihan asli ini diperlukan untuk klaim Generali. Lalu, khusus rawat inapnya, saya minta kopi legalisir dari rumah sakit, karena ingin saya klaim ke Manulife, seperti yang saya cerita di atas.
3. Menyiapkan hasil pemeriksaan medis
Generali meminta hasil kolonoskopi dan endoskopi saya untuk pelengkap dokumen klaim. Hasil ini nantinya dikembalikan lagi ke saya.
Satu masalah yang agak merempongkan adalah perkara admin RSCM yang mengecap kwitansi rumah sakit asli dengan cap “Salinan/fotokopi sesuai dengan Aslinya.“ Aduh pak, bikin repot saja. Alhasil, pihak klaim Generali pun bingung, karena dikira berkas yang saya berikan adalah berkas kopi, bukan yang asli.
Untungnya, dengan penjelasan dan membuat pernyataan, Generali cukup pengertian dan mau mengeluarkan klaim saya 😊. Thank you Generali dan Manulife!
Kesimpulan
Dari pengalaman kolonoskopi dan endoskopi saya ini, saya merasa ada beberapa hal yang bisa diambil hikmahnya.
Untuk kesehatan, memang secara berkala kita harus peka sama badan sendiri. Untungnya, saya termasuk orang yang parno, suka mengecek kotoran saya hehehe.. Jadinya, kalau ada masalah kesehatan, dari ringan sudah bisa teratasi sebelum menjadi berat. Organ pencernaan memang rawan infeksi, karena menerima makanan dari luar tubuh. Untungnya, infeksi pencernaan saya ini masih tidak terlalu berat dan bisa teratasi dengan baik.
Untuk asuransi, saya pengen upgrade! Hehehe.. saya menyadari perlunya punya asuransi yang Single Bed. Kalau Generali saya Single Bed, tidak ada pusing lagi soal nombok. Produk Manulife saya memang membantu, tapi yang saya punya itu produk lama dan tidak sesuai tagihan. Jadi, kalau kasus pengobatan yang lebih mahal, pasti akan nombok besar-besaran kalau pakai Manulife saja.
Karena itu, setelah peristiwa ini, saya langsung minta agen Generali saya untuk mengupgrade polis saya. Sayangnya, berhubung baru klaim, belum bisa langsung diupgrade. Jadi, tunggu dulu deh 6 bulan dulu deh.