- Apa Saja Jenis Mutasi COVID-19?
- Apa yang Perlu Diwaspadai dari Mutasi SARS-CoV-2 Terbaru?
- Apakah Vaksin COVID-19 Dapat Mengatasi Mutasi Virus tersebut?
- Jadi Apa yang Harus Saya Lakukan?
Satu lagi kejutan tidak menyenangkan di penghujung tahun 2020. Pada tanggal 20 Desember 2020, berbagai media berita dunia melaporkan hadirnya virus baru. Dikabarkan, COVID-19 telah bermutasi di Inggris, dan telah menyebar ke beberapa negara di Eropa.
Boris Johnson, Perdana Menteri Inggris, sontak mengumumkan Lockdown baru demi mencegah penularan virus mutasi COVID-19 ini. Usaha ini dilakukan demi menanggulangi penyebaran virus mutasi baru tersebut.

Inggris sebelum COVID-19
ECDC (Badan Pencegahan & Kontrol Penyakit Eropa) melaporkan kasus mutasi virus COVID-19 ini terdeteksi di Eslandia, Denmark, Belanda, Belgia, serta Italia. Kasus serupa dicurigai terjadi pula di Sydney, Australia, tapi masih dalam penyelidikan lebih lanjut.
Ternyata, mutasi virus COVID-19 tidak hanya terjadi di Inggris. Tapi juga di Afrika Selatan. Meski awalnya diduga sama, ternyata virus yang dikenal dengan kode 501.V2 ini berbeda dengan virus yang bermutasi di Inggris.
Kekhawatiran masyarakat dunia menimbulkan sejumlah pertanyaan. Mengapa COVID-19 ini bisa bermutasi dengan begitu cepat? Apa perbedaan virus mutasi ini dengan COVID-19 yang hadir sejak akhir 2019? Apakah vaksin yang sudah ditemukan akan menjadi sia-sia?
Mari kita bahas satu demi satu.
Apa Saja Jenis Mutasi COVID-19?
Sejak munculnya virus ini pada Desember 2019, sebenarnya virus ini sudah bermutasi beberapa kali. Jadi, mutasi virus di Inggris bukan merupakan mutasi Coronavirus yang pertama. Mutasi ini dideteksi melalui strain atau variasi genetik ada terdapat dalam virus tersebut.
Tipe original atau yang pertama kali adalah strain L. Tipe inilah yang muncul di Wuhan pada Desember 2019. Mutasi pertama atau strain S terjadi pada awal 2020. Tak lama kemudian, pada pertengahan Januari 2020, tercipta strain V dan strain G.
Pada akhir Februari 2020, ditemukan bahwa strain G terlah bermutasi menjadi strain GR dan strain GH. Jadi, total sampai dengan akhir Februari 2020 ada 6 strain Novel Coronavirus.
Kemudian, pada bulan Juni 2020, ada 214 kasus COVID-19 di Denmark yang merupakan varian berbeda dari jenis-jenis yang ada sebelumnya. Virus ini erat kaitannya dengan hewan cerpelai atau mink. Hewan ini merupakan ternak khas Denmark, yang mengekspor kulit dan bulu cerpelai. Namun, karena kasus ini, Denmark terpaksa menyingkirkan 17 juta cerpelai.
COVID-19 bersifat zoonotic, artinya dapat berpindah-pindah dari hewan ke manusia, dan sebaliknya. Beberapa jenis hewan mamalia terbukti dapat terinfeksi SARS-CoV-2. Virus ini juga berpotensi untuk bermutasi ketika berpindah dari manusia ke hewan.
Jadi, saat ini tidak diketahui persis ada berapa versi virus SARS-CoV-2 yang beredar di seluruh dunia. Ada juga mutasi D614G di Eropa sejak Februari dan A22V di Spanyol. Dan tentunya, yang terbaru saat ini adalah varian Coronavirus di Inggris.
Apa yang Perlu Diwaspadai dari Mutasi COVID-19 Jenis Baru?
Karena mutasi ini masih sangat baru, belum banyak yang bisa kita ketahui dengan pasti. Namun, pemerintah Inggris menyatakan dengan sangat yakin bahwa varian virus terbaru ini lebih mudah menular daripada mutasi-mutasi sebelumnya.
Seberapa lebih menularkah virus baru ini? Diperkirakan sebesar 70%.
Saat ini, berbagai pemerintah mulai merespon dengan kembali memperketat akses antar negara. Singapura, misalnya, merupakan satu dari 40 negara yang sudah melarang pengunjung asal Inggris untuk mencegah potensi datangnya virus mutasi baru ini.
Sayangnya, sampai saat ini Indonesia belum melarang kedatangan wisatawan asal Inggris. Karena itu, Anda harus bersiap-siap menghadapi kemungkinan masuknya virus Corona jenis ini ke Indonesia.
Padahal, jenis COVID yang sekarang saja sudah sangat menular. Untuk flu biasa, satu pasien dapat menularkan virus ke 1,3 – 1,4 orang lain. Namun, untuk satu orang yang positif COVID, ia dapat menularkan COVID ke 3 – 4 orang.
Sehingga, jika orang yang tertular kembali menularkan virus ke orang-orang lainnya sebanyak 10 layer saja, maka 1 orang COVID positif dapat mengakibatkan 59.000 orang ikut positif COVID.
Tentunya, hal ini dapat dikurangi secara signifikan dengan social distancing atau jaga jarak, serta gerakan #dirumahaja.
Jika virus baru ini 70% lebih menular, bisa Anda bayangkan betapa parahnya. Anggap satu orang positif COVID dapat menularkan bukan lagi hanya ke 3 orang, melainkan 5,1 orang (+70%). Berarti dalam 10 layer, alih-alih 59 ribu, tapi total angka penularan satu pasien bisa menjadi 11,9 juta pasien positif!
Apakah Vaksin COVID-19 Dapat Mengatasi Mutasi Virus tersebut?
Karena varian COVID-19 terbaru ini baru muncul, tentunya belum ada riset menyeluruh mengenai keampuhan vaksin COVID-19 yang telah ditemukan terhadap varian yang baru. Meski demikian, EMA (Agensi Obat Eropa) sepakat bahwa vaksin COVID-19 akan sangat membantu pasien menghadapi mutasi virusnya.
Vaksin COVID-19 dapat merangsang antibodi tubuh yang berperan memerangi COVID-19. Karena mutasi COVID-19 masih memiliki kesamaan dengan virus terdahulu, maka vaksinasi akan tetap membantu Anda memiliki perlindungan terhadap Coronavirus, baik yang lama maupun yang telah bermutasi.
Tapi, kalau mutasinya sudah terlalu jauh dari sekarang, mungkin diperlukan vaksin baru untuk menanggulanginya. Mirip halnya seperti vaksin flu yang harus diambil setiap tahun karena virus flu terus bermutasi. Kabar baiknya, vaksin yang sekarang dapat diperbaharui dengan cukup mudah.
Jadi Apa yang Harus Saya Lakukan?
Kurang lebih masih sama dengan yang sudah Anda lakukan saat ini. Jaga jarak, jangan terlalu sering bepergian ke luar rumah, dan rajin mencuci tangan. Anda juga harus selalu mengkonsumsi makanan bergizi untuk menjaga daya tahan tubuh Anda. Jangan terlalu takut maupun panik, karena hal ini dapat menimbulkan stress yang berpotensi menurunkan imunitas. Yang penting, perketat ekstra usaha Anda.
Mari kita bersabar menunggu vaksin tiba di Indonesia. Jangan lupa juga lengkapi perlindungan kesehatan Anda dan keluarga dengan asuransi terbaik dari Asuransi Now. Jadi, jika COVID tetap berhasil menyerang, kita sudah siap dengan biaya pengobatan yang memadai.